Didokumentasikan pada hari Sabtu, tanggal 12 Oktober 2013.
. . .
Perjalanan adalah sebuah petualangan, sebuah kegiatan yang memicu adrenalin; membakar semangat siapapun yang ikut terlibat di dalamnya.
Setidaknya, itulah yang dapat saya simpulkan dari perjalanan saya bersama teman-teman dan dosen menuju Desa Wisata suku Dayak Kenyah di Kecamatan Sebulu, Kabupaten Kutai Kartanegara ini, sebab usaha yang harus kami lakukan demi menuju tempat itu adalah... sangat luar biasa.
...Ahem. Maafkan jiwa Drama-Queen saya. Mau tidak mau saya berpikir demikian akibat salah seorang teman berkata, bahwa kami seperti sedang melakukan off-road, yang sebenarnya tidak salah juga.
Bagaimana tidak begitu jika kau mendadak melayang setinggi dua-tiga senti di atas bangkumu akibat hentakan keras dari jalanan terjal nan berbatu?
Yah,
singkatnya, itu memicu adrenalin juga.
.
Fajar menyingsing ketika roda bis mulai beranjak dari halaman depan Politeknik Negeri Samarinda menuju kota Tenggarong, tanda dimulainya perjalanan kami yang sedikit mendebarkan dan mungkin akan semakin mengajak jantung kami untuk berdetak lebih kencang ketika jalan yang dilewati mulai berliku dan berlubang. Perjalanan menuju Tenggarong, seperti yang bisa diduga, adalah seperempat jalan halus mulus dan tiga perempatnya lagi bersiap-siap sajalah berpegangan pada palang terdekat. Itu pun jika palangnya memang ada.
Menuju Tenggarong melewati jalan Cipto Mangunkusumo bisa dibilang adalah pilihan yang kurang tepat, dikarenakan jalan yang sebagian besar masih sangat tidak layak untuk dilewati oleh kendaraan umum. Disarankan sekali melewati jalan Pangeran Suryanata saja lalu menyeberangi sungai Mahakam dengan menggunakan kapal feri yang telah disediakan di sana. (Masih ingat peristiwa runtuhnya Jembatan KuKar beberapa tahun silam? Karena masih dalam tahap perbaikan, jadi hanya alat angkut air yang kini menghubungkan antara Tenggarong Kota dengan Tenggarong Seberang.) Selama tidak memiliki fobia terhadap angkutan air, you'll be fine. :)
No, even though you have a phobia with water transport, I'm still suggesting to use it instead. Just... don't go to Tenggarong from st. Cipto Mangunkusumo, just don't.
(Namun, apalah arti perjalanan jika tak menjadi
petualangan yang memicu adrenalin untuk mengalir?)
Saatnya menuju Desa Lekaq Kidau di Sebulu, Kutai Kartanegara.
.
Kutai Kartanegara: Every catastrophes always has its hidden beautyMengapa saya menyebut demikian? Karena perjalanan menuju Kecamatan Sebulu ternyata tak melulu membosankan dan membuat kantuk alam sadar. Ada hal-hal yang dapat membuat kita berdiri dari tempat duduk, semakin mendekatkan wajah pada kaca jendela terdekat.
Salah satunya adalah betapa kayanya wilayah Kutai Kartanegara akan kandungan mineral batu baranya. Apa yang saya saksikan adalah sesuatu yang tidak mampu saya hapuskan dari memori saya, betapa KuKar memiliki kekayaan yang melimpah, bukan hanya beragam budaya yang dimiliki, tetapi juga isi perut bumi KuKar itu sendiri.
Namun, yah, seperti yang kita tahu, pada akhirnya batu bara itu akan diangkat dan diangkut ke luar dan hanya menyisakan cekungan baru pada wajah KuKar. Yah, shit happens.
Selain itu, terdapat pula lahan yang seperti terbakar. Entah itu terbakar atau pepohonannya hanya meranggas, tetapi bagi saya, apapun alasannya, hal tersebut juga merupakan pemandangan yang sangat susah untuk dipaksa keluar dan dilupakan begitu saja. It's beautiful― so beautiful.
Oranye kemerahan terbentuk oleh dedaunan juga semak belukar, lalu cokelat tua membuat kontras dari warna dahan dan batang pohon hingga pemandangan yang terhampar adalah sebuah representasi keadaan musim gugur yang utuh― yang membuat tercengang, yang meninggalkan saya dalam sebuah keterpanaan dan kesedihan karena tak mampu mengabadikan hal ini, hal yang mungkin hanya dapat saya lihat sekali.
Betapa indahnya, jikalau memang ada Fotografer profesional yang datang ke Kutai Kartanegara dan mengambil rekam fana itu sebelum hijau bersemi kembali. Yang walaupun benar itu adalah akibat kebakaran, nyatanya hal indah di balik sebuah bencana itu fakta. Seperti musim emas kecokelatan yang lelah bernapas dan meranggas― atau hanya lidah api yang mengambil spektrum zamrud dari sana, maupun warna tanah dan semak dedaunan yang melebur batas.
Estetika yang tak mengenal tapak horizon pengamatan mayoritas.
. . .
Lekaq Kidau? Apa sih Lekaq Kidau itu?
Lekaq Kidau? Apa sih Lekaq Kidau itu?
Lekaq Kidau adalah nama salah satu desa dengan mayoritas warganya adalah suku Dayak Kenyah dari Desa Long Lees, Kecamatan Muara Calong, daerah Hulu Mahakam. Namun, karena minimnya sarana transportasi demi menunjang kegiatan perekonomian maupun pendidikan warga, maka warga pun memutuskan untuk pindah ke daerah yang kini bernama desa Lekaq Kidau agar mempermudah kehidupan mereka.
Arti Lekaq Kidau sendiri adalah 'Daerah yang sangat subur'. Pas sekali dengan keseharian warga yang melakukan cocok tanam.
Bukan berarti mereka akan melupakan identitas mereka sekalipun mereka pindah dan mendekat dengan kota loh ya. Coba saja lihat acara pesta panen Mecaq Undat yang warga laksanakan setahun sekali ini:
Diawali dengan kata sambutan oleh tamu undangan. Salah satunya adalah Bupati Kabupaten Kutai Kartanegara, Ibu Rita Widyasari. |
Acara penyembelihan kurban untuk Dewa Tanah oleh orang yang dituakan di desa. |
Salah satu pertunjukan yang warga lakukan dalam acara Mecaq Undat. Nama penumbuk padi itu elu, dalam bahasa warga Lekaq Kidau. |
Bapak-Bapak sedang memperagakan cara mendayung yang benar untuk acara lomba perahu siang nanti. (Sebenarnya, mereka melakukan ini cuma untuk main-main saja. Such funny older people. X)) |
Para gadis cantik dari Lekaq Kidau. :) Ada sebuah stereotip bahwa orang dari suku Dayak Kenyah amat cantik/tampan. Memang itu tidak salah, ya. |
Begitu pula kebudayaan berupa Lamin adat masyarakat ini.
Yep, itu bukan sekedar cat di dinding maupun pilar, tapi juga sekaligus ukiran. Way cool. |
Alat musik yang ada di dalam Lamin. Masih banyak yang lain sebenarnya, sayang fotonya kebanyakan hilang... |
Tidaklah salah pula Ibu Rita Widyasari memberi pantun;
Di atas ranjang ada sebilah mandau,
Jika umurku panjang, bolehlah kembali ke Lecaq Kidau.
Benar-benar menyenangkan! Semoga tahun depan kami dapat diberi kesempatan kembali! Dan tahun-tahun berikutnya! Sukses selalu untuk masyarakat desa Lekaq Kidau dan jajaran dinas Pariwisata Kutai Kartanegara! It's really wonderful to got this opportunity and we love-- LOVE to know about the community's tradition of Lekaq Kidau village; so thank you very much to invite us~!
No comments:
Post a Comment