Entri Populer

Tuesday, November 5, 2013

(Report #3) Samarinda Seberang (2/3): Masjid Shirathal Mustaqiem



Masjid Shirathal Mustaqiem adalah masjid tertua di Samarinda. Masjid yang dibangun pada tanggal 1881 dan rampung sepuluh tahun kemudian ini, pernah mendapatkan penghargaan dalam Festival Masjid Bersejarah di Indonesia; dinobatkan sebagai masjid bersejarah ke dua setelah salah satu masjid tua di Banten.


Sejarah Singkat
Menara yang menjadi hadiah dari saudagar kaya berkebangsaan Belanda, Henry Dansen.

Pada tahun 1880, seorang pedagang muslim dari Pontianak bernama Said Abdurachman bin Assegaf (bergelar pangeran Bendahara) datang pada Sultan Kutai untuk diberikan izin menetap di Samarinda Seberang. Aji Muhammad Sulaiman, Sultan Kutai saat itu, melhat ketaatan dan ketekunan dari sang Pangeran Bendahara dalam menjalankan syariat agama akhirnya memberikan izin bagi beliau untuk menetap.

Ternyata di masa itu, Samarinda Seberang banyak tersebar kegiatan perjudian, minuman keras maupun penyembahan berhala yang cukup membuat masyarakat resah akan rusaknya imej Samarinda Seberang sebagai corong utama syiar di Samarinda. 

Dalam usaha masyarakat dan juga Pangeran Bendahara untuk menghentikan setiap kegiatan tidak sesuai ajaran agama tersebut, akhirnya disepakati bahwa mereka akan membangun sebuah masjid pada lahan seluas 2.028 m2.


Akhirnya pembangunan pun dilakukan dengan menancapkan empat pilar utama sebagai pondasi awal masjid. 

Pendirian empat pilar besar ini pun tak lepas dari kesan mistik, dikarenakan tidak ada yang mampu mengangkat pilar sebesar itu karena kurang majunya zaman dan alat dongkrak modern samasekali belum ada pada masa itu. Dalam cerita yang diberikan oleh sang penjaga masjid, pada saat pengerjaan masjid, ada seorang nenek-nenek tua yang menghampiri dan menawarkan bantuan untuk mengangkat keempat pilar itu. 

Awalnya masyarakat menganggap hal tersebut sebagai lelucon, namun Pangeran Bendahara menyambut wanita tua itu dan mempersilahkan beliau untuk melakukan apa yang ia inginkan. Nenek itu pun bertitah bahwa masyarakat sebaiknya pulang ke rumah dan jangan keluar pada malam hari nanti saat sang nenek mengerjakan pengangkatan pilar itu.

Masyarakat akhirnya menyetujui walaupun sangsi, karena Pangeran Bendahara. Dan akhirnya pada subuh hari warga pun terkejut begitu menjadi keempat tiang telah berdiri tegap. Sang nenek pun tak pernah terlihat lagi batang hidungnya sejak saat itu.

Pengerjaan masjid rampung pada tahun 1891 (atau 27 Rajab 1311 Hijriah). Sultan Adji Muhammad Sulaiman adalah imam masjid pertama yang memimpin shalat ketika masjid Shirathal Mustaqiem telah selesai dibangun.

Pada tahun 1901, saudara Belanda, Henry Dansen, memberi hibah demi pembangungan menara masjid (seperti yang nampak di awal), setinggi 21 meter. Menara ini mengalami sedikit pemugaran pada warna (keseluruhan masjid sebenarnya juga begitu) namun tidak banyak pemugaran besar-besaran lebih dari itu. Karena bahan yang digunakan adalah dari kayu ulin sehingga keawetannya cukup terjaga.

Mimbar Masjid

Lokasi mimbar ini agak sedikit aneh, bukan? Seharusnya mimbar terletak di sebelah imam namun berbeda dengan mimbar di dalam masjid Shirathal Mustaqiem ini. Mimbar tersebut berada di pertengahan shaf di samping kanan dari arah shalat.

Hal ini memiliki alasan tersendiri, tentunya. Mimbar tidak jadi dipindah ketika terjadi perluasan pada masjid dikarenakan seorang warga yang diberi mimpi di mana seseorang meminta bahwa lokasi mimbar tersebut sebaiknya jangan diubah. Sehingga mereka pun menuruti dan lokasi mimbar pun tidak pernah berubah hingga sekarang.

Menara Masjid

Kondisi di tingkat pertama menara ini sungguh menakjubkan. Sedikit berangin dan mungkin akan segera menyiutkan nyali begitu melihat bahwa permukaan di mana kita berpijak hanyalah barisan potongan kayu ulin saja. Bahkan ada di beberapa bagian yang kayunya telah lepas. Tidak hanya itu, tangga tempat memanjat ke atas ternyata sangat kecil dan tidak memiliki sisi-sisi pegangan, jadi wajar hanya beberapa orang yang bersedia naik ke sana.

Tapi, bukankah kesempatan untuk melihat yang seperti ini sangat susah untuk dilewatkan hanya karena ketakutan untuk mengambil resiko?
 


Sangat berangin, dan agak disoriented mungkin karena tidak lagi menjejak tanah. X'D

Ada tingkat 2 dan 3, namun saya terlalu ciut karena saat itu tengah memakai rok. Not a really best desicion at that time to use a long skirt, uh. Naik tangga kecilnya saja sudah susah payah, saya sudah tidak berani mengambil resiko lebih jauh.

Penghargaan
Yaitu sebagai masjid bersejarah ke dua di Indonesia. Hanya dalam penjagaan benda-benda bersejarahnya kekurangan masjid ini, diakibatkan tidak adanya inventarisasi benda bersejarah yang ada dalam lingkungan masjid, dan hilangnya benda tersebut.

Lokasi Masjid Shirathal Mustaqiem 
Masjid ini terletak di Kelurahan Mesjid, Kecamatan Samarinda Seberang, Samarinda.











No comments:

Post a Comment